"Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak2) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yg kamu senangi; dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka nikahilah seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yg kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim." Qs.4:3
Kutipan surat An-Nisaa' diataslah yang selalu dipegang bapak-bapak muslim yang ingin memperbanyak istri.
Sekaligus menjadi momok yang paling menakutkan bagi sebagian besar ibu-ibu muslim.
Mengapa? Tanda tanya besar.
Selama ini hal tersebut selalu menjadi topik bahasan, ralat, perdebatan tiada akhir antara pihak yang pro dan yang kontra.
Faktanya:
-Pihak pro (yang di dominasi oleh kaum pria) sering disusupi oleh segolongan orang yang senang memanfaatkan ayat di atas demi menuruti hawa nafsunya saja. (Si pelaku bisa saja membantah. Tetap mata orang tidak bisa ditipu. Apalagi jika orang tersebut adalah istri pertamanya.)
-Pihak kontra (yang di dominasi oleh kaum perempuan) menjadi sasaran empuk bagi para penyerang Islam, karena secara tidak langsung jadi seperti menyalahi kitabnya sendiri. Yang berbuntut pada ketidak-percayaan akan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Rasulullah S.A.W.
Sebelum tulisan ini berlanjut, perlu saya beritau terlebih dulu.
Memakai tulisan bercetak tebal, bergaris bawah, kalau perlu menggunakan tanda seru.
Ini hanya merupakan sudut pandang saya.
Baiklah, begini menurut saya.
Coba baca ulang kutipan arti dari Qs.4:3 di atas.
Di tiap awal kalimat selalu menggunakan kata Jika dan Tetapi.
Artinya Ayat ini bukanlah perintah apalagi larangan. Tapi justru sebagai solusi.
Karena manusia tempatnya khilaf, banyak kekurangan ini-itu, tambal sana, bocor sini dan sebaliknya,
maka terdapatlah kata "Tetapi" untuk menambahkan kata "Jika".
Agar kita manusia, sebagai makhluk yang diberikan kelebihan oleh ALLAH S.W.T dari makhluk lainnya (berupa Akal dan Nurani), mampu menakar di posisi manakah diri kita saat ini.
Maka jika takarannya benar dan sesuai, tentu bukanlah masalah apapun keputusannya.
Mari kita kembali membaca ulang kutipan ayat di atas.
Ya. Kuncinya adalah
"jika kamu khawatir tidak akan mampu berbuat adil".
ADIL inilah yang ternyata selalu menjadi rebutan pihak pro dan kontra dalam perdebatan heboh-nya.
Tapi bukan karena kata adilnya yang salah.
Justru karena ia terlalu diminati layaknya superstar, dicari-cari seakan buronan, bahkan sampai di tagih seperti hutang, dan dituntut bagaikan terdakwa.
Tapi tidak dipergunakan sebagaimana mestinya.
Mengapa?
Rata-rata wanita muslim berkeras untuk menahan suaminya ber-poligami dengan dalih
" Memang diperbolehkan dalam Islam asal memiliki kemampuan dan bisa berbuat adil...
Tetapi sbg manusia biasa, hampir bisa dipastikan bahwa berbuat adil itu sulit."
Maka secara tidak langsung patahlah sebagian keterangan surat An-nisaa ayat 3 tsb.
ALLAH S.W.T saja membolehkan, kenapa jadi kita (wanita) yang tidak terima?
menurut wanita, suami manapun tidak akan bisa menjadi adil seadil-adilnya membagi perhatian, nafkah lahir dan batin untuk istri yang lebih dari satu.
Tanpa disadari pernyataan ini malah memperlihatkan bahwa wanitanya yang tidak adil.
Ia merasa hanya ialah yang patut dan layak atas hak kepemilikan terhadap suaminya.
Ini menjadi tidak singkron dengan konsep ISLAM yang ikhlas dan adil.
Suami bukanlah barang yang jika sudah dibeli tidak boleh di ganggu gugat karena sudah menjadi hak milik pribadi.
Dia manusia. Tidak dibeli. Hanya dipinjamkan sementara. Untuk mempertahankan keberlangsungan populasi selama waktu yang diberikan ALLAH S.WT kepada dunia, guna manusia menjalankan tugas sebenarnya sebagai rahmatan lil 'alamin.
Di lain sisi, rata-rata pria muslim merasa jika memiliki kekuasaan lebih dan harta yang memadai maka sudah sepantasnya ia memperistri lebih dari satu wanita. Memang tidak ada yang salah pada kenyataan di atas. Toh ia akan berusaha semaksimal mungkin membagi rata nafkah lahir-batin karena dirasa mampu. Namun mampu saja belum cukup untuk dijadikan pegangan. Yang terpenting adalah niat dan tujuan. Karena dua hal inilah yang akan menentukan mudharat atau tidaknya jalan yang ditempuh selanjutnya.
Maka saat masing-masing pihak sudah mengerti betul akan kadarnya masing-masing, mengerti betul konsep dan tujuan poligami, di saat itulah poligami berperan penting.
Kasihan si Poligami.
Selama ini ia selalu di salah-artikan.
Di cap jelek oleh wanita-wanita yang tak mau mengenalnya.
Dimanfaatkan oleh pria-pria tak betanggung-jawab.
Karena seharusnya Poligami bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, dihindari, dianggap awal dari semua masalah yang ada. Ataupun seenaknya dijadikan senjata demi ke-egoisan nafsu pribadi.
Adanya poligami seharusnya merupakan hal yang menyelamatkan. Pengentasan masalah. Dimana terdapat kekuatan ikhlas mengorbankan ego kedua belah pihak demi suatu kepentingan yang lebih berarti.
-Tidak ada manusia yang bisa bersikap adil. Tapi manusia bisa mengusahakannya-
kembali ke takaran masing-masing...
Barakallahu fiik, semoga Allah memberi kita ilmu yang bermanfaat ! Amiiin ...
ReplyDeletehttp://umar-arrahimy.blogspot.com/2012/03/mau-kawin-lagi.html