Belakangan ini saya merasa “dipaksa” merenungkan masalah
kepemimpinan. Entah karena memang sedang musim pemilihan atau gimana. Tapi kenyataannya, secara berturut-turut saya disodorkan pada beberapa pertunjukan yang sama. Tuding-menuding mencari pemimpin.
Sebagai 'anak bawang' di tempat itu (karena memang baru bergabung di perkumpulan-perkumpulan tersebut) saya hanya bisa memperhatikan. Diam. Coba menelaah.
Sebagai 'anak bawang' di tempat itu (karena memang baru bergabung di perkumpulan-perkumpulan tersebut) saya hanya bisa memperhatikan. Diam. Coba menelaah.
Mengapa? Mengapa begitu enggan mengemban amanah?
Berat dan tak mudah memang. apalagi dengan pangkat Pemimpin. Nomor Satu. Terdepan. Pasti bayangan tentang 'besarnya tanggung
jawab menggiring pasukan' akan terbawa
kemanapun pergi. Belum lagi harus sambutan ini-itu, menjadi wakil atas nama
ini-itu. Tentunya memerlukan keberanian,
kepiawaian dan wibawa. Karena jika tidak, seperti yang juga sering saya
temui, cibiran dan protes akan dengan mudahnya menampar langsung padanya. Hanya namanya yang terlihat. Sang Pemimpin.
Maka perlu satu lagi persyaratan terpenting untuk bisa lulus menjadi seorang pemimpin; Berjiwa besar. Karena seorang pemimpin diharapkan untuk selalu mau mendengar, meski yang di dengar lebih banyak protesnya ketimbang dukungan.
Maka perlu satu lagi persyaratan terpenting untuk bisa lulus menjadi seorang pemimpin; Berjiwa besar. Karena seorang pemimpin diharapkan untuk selalu mau mendengar, meski yang di dengar lebih banyak protesnya ketimbang dukungan.
Hmm… Pantas saja kalau gitu sulit sekali mencari yang dengan
ikhlas dan langsung mau ketika ditunjuk menjadi pemimpin.
Pada kasus-kasus yang saya temui ini, mereka justru marah. Kesal bukan main ketika ditunjuk. Bahkan ingin menagis. Mengancam akan keluar dari perkumpulan tersebut. Ada yang sampai mengatakan “jadi apapun mau, asalkan bukan pemimpin”.
Pada kasus-kasus yang saya temui ini, mereka justru marah. Kesal bukan main ketika ditunjuk. Bahkan ingin menagis. Mengancam akan keluar dari perkumpulan tersebut. Ada yang sampai mengatakan “jadi apapun mau, asalkan bukan pemimpin”.
Ternyata sebegitu mengerikannya sosok pemimpin itu ya.
Tapi ada satu yang aneh …
Tahun 2014 nanti, kalau tidak salah negara tercinta ini akan
bersiap menjajal pemimpin baru. Dan sudah sejak beberapa bulan lalu, beraneka
ragam billboard-billboard terpampang. Memamerkan calonnya masing-masing. Dengan
berbagai promosi dan sensasinya. Sampai rela mengeluarkan milyaran -mungkin
trilyunan- dana untuk itu.
Apa mereka tidak takut jadi pemimpin? Tidak takut diprotes
rakyat se-negeri kalau kerjanya tidak becus? Tidak takut di tekan sana-sini
karena selalu diharapkan menjadi yang terbijak di antara jutaan macam isi
kepala?
Semoga semua itu telah terpikirkan sebelum
memikirkan enaknya punya istana sendiri, lalu-lintas pribadi dan gaji besar-meski
dari rakyat sendiri-. (Aamiin.)
Jadi teringat film yang baru ini saya tonton di bioskop.
Tentang salah satu potensi besar Indonesia.
Bapak B.J. Habibie.
Saya tidak terlalu paham seluk-beluk beliau saat bergabung dalam kabinet Soeharto. Karena belum mau tahu, dan saat itu saya masih di sekolah dasar. Namun jika melihat film-nya, saya begitu salut akan pribadi beliau. Yang dengan siap melaksanakan tugas pemerintahan, dalam kondisi apapun. Bukan karena keinginan sendiri, namun demi mempertanggung-jawabkan kepercayaan yang telah diberikan kepada beliau. Bahkan saat harus cabut dari posisinya sebagai pemimpin pun beliau siap. Betapa inilah salah satu ciri muslim sejati.
Bapak B.J. Habibie.
Saya tidak terlalu paham seluk-beluk beliau saat bergabung dalam kabinet Soeharto. Karena belum mau tahu, dan saat itu saya masih di sekolah dasar. Namun jika melihat film-nya, saya begitu salut akan pribadi beliau. Yang dengan siap melaksanakan tugas pemerintahan, dalam kondisi apapun. Bukan karena keinginan sendiri, namun demi mempertanggung-jawabkan kepercayaan yang telah diberikan kepada beliau. Bahkan saat harus cabut dari posisinya sebagai pemimpin pun beliau siap. Betapa inilah salah satu ciri muslim sejati.
Maka setelah perlahan melerai benang
kusut dalam kepala ini, tampaknya saya mulai menyadari;
Bahwa apa yang kita bayangkan tak akan pernah sama dengan apa yang nanti kita jalani.
Karena dalam bayangan, semua hal hanya akan menjadi lebih sulit, atau malah terlalu remeh.
Karena dalam bayangan, semua hal hanya akan menjadi lebih sulit, atau malah terlalu remeh.
Dan sosok pemimpin yang baik bukanlah dia yang serba bisa dan paling pintar, melainkan dia yang mampu mempertahankan kepercayaan yang telah diberikan.
Berbahagialah mereka yang dipercaya untuk memimpin.
Maka dengan sebab
rahmat (yang melimpah-limpah) dari Allah (kepadamu wahai Muhammad), engkau
telah bersikap lemah-lembut kepada mereka (sahabat-sahabat dan pengikutmu), dan
kalaulah engkau bersikap kasar lagi keras hati, tentulah mereka lari dari
kelilingmu. Oleh itu maafkanlah mereka (mengenai kesalahan yang mereka lakukan
terhadapmu), dan pohonkanlah ampun bagi mereka, dan juga bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan (peperangan dan hal-hal keduniaan) itu. kemudian apabila
engkau telah berazam (sesudah bermusyawarah, untuk membuat sesuatu) maka
bertawakalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengasihi orang-orang yang
bertawakal kepadaNya. (Qs.3:159)
Semoga Allah subhanahu wa ta'aalaa memberi kita pemimpin yg diridhoi-Nya. Amiiin !
ReplyDelete